Sewaktu akan menghadiri acara grand final di Jakarta dari lomba nulis yang pernah aku ikuti, aku ditemani seorang kepala sekolahku sebagai guru pendamping, seorang finalis dari sekolah lain di Jogja, seorang guru pendamping finalis tersebut, dan seorang lagi kalo nggak salah dari Dinas Pendidikan kota Yogyakarta sebagai pendamping kami semua. Ramai juga, ‘kan ? Intinya sih sebenarnya cuma aku dan finalis dari SMAN 1 Yogyakarta itu yang harus mempresentasikan karya kami ke hadapan dewan juri di Jakarta sebagai puncak acara grand final, lainnya hanya mendampingi.
Tapi aku sungguh terkesan dengan kebersamaan kami berlima sejak keberangkatan sampai kembali lagi ke Jogja. Terima kasih buat para pendamping, udah mau direpotin untuk menjagaku dan Diah, finalis yang kini jadi teman jauhku itu.
Hari itu Sabtu. Cerah, dan sudah kunanti-nantikan kehadirannya. Tiga hari yang lalu aku masih harus melakukan latihan presentasi selama 5 menit yang menegangkan. Gimana enggak? Aku dibimbing oleh guru bahasa Indonesiaku untuk berbicara mengenai pembuatan karyaku di hadapan anak-anak kelas TIGA. Can you imagine me?
Semenjak itu aku terus merindukan hari Sabtu, karena pada hari itu penderitaanku berakhir. Artinya aku nggak harus mempermalukan diriku lagi, walaupun sedih juga harus pisah sementara dengan teman-temanku.
Then, hari itu datang… tanpa terasa! Aku nggak pernah membayangkan bagaimana rasanya berada di atas awan, tapi pagi itu akhirnya, untuk yang pertama kali aku benar-benar akan melakukan penerbangan!
Diantar dengan sepeda motor—kendaraan sehari-hari bo, dalam perjalanan ke airport aku melihat aktivitas kota Jogja yang normal dipagi hari. Kendaraan-kendaraan bermotor lalu lalang, penjual-penjual sibuk membuka toko, dan anak-anak sekolahan yang dengan setia nungguin bus. Dalam hati aku sempat ketawa, “Hihi, kecian! Gue dong hari ini nggak sekolah…”
Sampai di Adisutjipto International Airport, aku dan ibuku harus sabar nunggu kedatangan yang lain selama hampir 1 jam! Terpaksa aku cuci mata dulu—hehe, maklum… baru pertama kali ke bandara, biasanya sih ke luar kota naek kereta atau bus…
Yang aku tangkap sekilas sih, bandara itu rame banget, pagi-pagi udah ada banyak jadwal keberangkatan. Terus banyak bule juga, rame deh pokoknya!
Iseng-iseng searching di internet, kemaren aku dapet banyak info tentang bandara yang luasnya 88.690 m2 ini. The history says, di tempat ini, Pesawat Guntei dan Curren yang pada pagi hari tanggal 29 Juli 1947 melakukan serangan terhadap Belanda di Semarang dan Ambarawa lepas landas dan mendarat lagi. Di tempat ini pula, pesawat Dakota VT-CLA milik Indonesia ditembak oleh dua pesawat pemburu P-40 Kitty Hawk milik Belanda sesaat sebelum mendarat pada sore hari tanggal yang sama.
Nama bandara yang udah beroperasi lebih dari 50 tahun ini, lalu berubah dari Bandar Udara Maguwo menjadi Adisutjipto beberapa tahun setelah jatuhnya pesawat Dakota VT-CLA itu. Nama Adisutjipto diambil dari nama Komodor Muda Adisutjipto, awak pesawat yang tewas dalam serangan itu. Ia adalah anggota TNI AU yang dikirim untuk tugas ke India dan mengambil bantuan obat di Singapura. Selain Adisutjipto, tentara lain yang tewas adalah Abdurahman Saleh dan Adi Sumarmo yang namanya juga diabadikan menjadi nama bandar udara.
Nah, kalo berkunjung ke Jogja lewat jalur udara, begitu turun dari pesawat, di sisi barat kita bisa lihat lambaian tangan banyak orang yang menyambut kedatangan kita—weits, tapi jangan sok kenal lhoo… Jarak yang dekat antara terminal kedatangan pesawat dengan anjungan pengantar memudahkan kita mengenali sanak saudara. Sembari berjalan menuju bagian depan bandara untuk melanjutkan perjalanan ke hotel atau objek wisata, kita bisa melambaikan tangan pada mereka yang sukarela menjemput.
Kalo cermat dikit, lihat deh juga ke sisi timur! Kawasan Pegunungan Seribu dengan pepohonannya yang hijau di sana bener-bener jadi scenery yang meneduhkan di tengah hari yang terik. Di kawasan itu juga, ada berbagai objek wisata menarik yang wajib dikunjungi, salah satunya Istana Ratu Boko. Ada juga candi yang letaknya tertinggi di Yogyakarta dan membuat landasan bandara ini nggak bisa diperpanjang ke arah timur, yaitu Candi Ijo.
Saat sampai di bagian depan bandara yang telah mempunyai dua terminal kedatangan ini (yaitu domestik dan internasional), kita bisa mencicipi hidangan khas Jogja, apalagi kalo bukan gudeg. Restoran yang menjual gudeg terletak di belakang ruang tunggu. Kalo pengen masakan Padang atau Minang, bisa ke restoran yang letaknya di dekat tempat parkir. Sebuah ruang tunggu yang nyaman tuh, yang bisa digunakan untuk menunggu penjemput yang mungkin belum datang.
Berjalan ke bagian timur bandara, kita akan menemukan beberapa kedai kopi yang juga menjual pastry dan donut. Berbagai macam ramuan kopi seperti espresso dan cappucino bisa dipesan di kedai kopi tersebut. Kalo kopi dan snack nggak cukup mengganjal perut, kita bisa nyoba makanan fast food yang penjajanya bisa ditemui nggak jauh dari kedai kopi.
Kalo dateng dari luar negeri, para pelancong juga bisa mulai mempersiapkan bekal untuk perjalanan wisata. Fasilitas money changer yang tersedia akan memudahkan siapapun yang datang dari mancanegara, sementara beberapa stand reservasi hotel yang ada di dekat ruang tunggu membuat mereka bisa lebih cepat memesan kamar di hotel tertentu. Selain itu, ada juga gerai pakaian yang bisa mencukupi kebutuhan pakaian kita kalo-kalo dalam situasi mendesak.
Perhatikan juga deh, ciri-ciri arsitektur Jawa di bandara ini, yaitu di bagian pemberhentian mobil. Ada dua buah patung yang terletak di kanan dan kiri tempat tersebut. Selain itu, atap yang berbentuk limasan dan disangga empat buah tiang juga menandakan bahwa bangunan itu didesain dengan arsitektur Jawa. Pesona arsitektur lainnya adalah gapura masuk kawasan bandara berwarna hijau yang tinggi dan lebar dengan bagian atas berbentuk lengkung bertuliskan "Adisutjipto International Airport ". Sebagai sebuah bandara, Adisutjipto cukup strategis untuk memulai perjalanan sebab terletak cukup dekat dengan beberapa objek wisata. Candi Prambanan, Candi Kalasan dan Kompleks Istana Ratu Boko, letaknya kurang dari 10 kilometer dari bandara ini. Sementara Pusat Kerajinan Perak dan Kompleks Kraton Mataram di Kotagede dapat dijangkau hanya 25 menit dari bandara.
Aku kasih identitas pastinya deh! Ini dia:
BANDARA INTERNASIONAL ADISUTJIPTO YOGYAKARTA
Jl. Solo km. 9Yogyakarta 55282
Phone: +62 274 484261
Fax: +62 274 488155
Jl. Solo km. 9
Phone: +62 274 484261
Fax: +62 274 488155
Pengalaman unikku nih, waktu pemeriksaan barang-barang berbahaya, aku sama sekali lupa kalo aku lagi bawa cutter di tas. Otomatis benda tajam itu terdeteksi oleh alat detektor. Pasrah, aku cuma dinasihatin sama si petugas dan cutter-ku dikembalikan tanpa pisaunya. Owh… What a shame!
Then, setelah beberapa menit di ruang tunggu, akhirnya kami berlima terbang ke Jakarta . Gilak, selama di pesawat, I am a good viewer! Dari mulai manggut-manggut ngeliatin peragaan stewardess-nya sampai landing di Soekarno Hatta, aku takjub sama yang aku lihat di jendela kabin. Perasaanku naik-turun di atas sana , sementara kepsek yang duduk di sebelahku memilih tidur.
That was my first amazing flight! Finally, aku sampai di Jakarta —untuk yang pertama kalinya juga. Pokoknya gokil deh, but you know what? Ternyata Jakarta gitu-gitu aja yahh? Hehe, peace!
Referensi: http://www.yogyes.com/
0 komentar:
Posting Komentar